Sabtu, 07 Februari 2009

Mulut-Mulut Busuk

Kutangkupkan kedua tanganku di atas meja sambil menyandarkan daguku di atasnya. Mata tak berkedip sedikitpun dari whiteboard sambil memperhatikan apa yang dikatakan oleh dosen. Aku tahu aku harus sangat memperhatikan dan berkonsentrasi penuh dalam mata kuliah kali ini, Ekonomi Fiskal. Bukan aku mau bilang kalau aku bodoh atau telmi, tapi suasana di dalam ruangan ini yang tak mengijinkanku untuk sedikit santai dalam menghadapi kuliah. Semua mata kuliah menjadi sangat berat aku jalani, sangat berat. Kalau tak kuperhatikan satu menit saja, gagal. Sama sekali tidak mengerti.

Ketika dosen sudah mulai enggan berbicara karena keramaian di dalam ruangan, beliau hanya duduk sambil memperhatikan apa saja yang tengah dibicarakan oleh mulut-mulut busuk tak tahu aturan itu. Kemudian, beliau berlalu dari ruangan dan hanya meninggalkan tugas yang harus segera dipresentasikan lima hari yang akan datang. Aku benci keadaan seperti ini. Haruskah kujalani tiga tahun ke depan dengan suasana ruangan yang begitu membosankan? Aku sangat benci. Benci yang kusimpan sejak SMP, sejak semua tak pernah memperhatikan aku, lebih tepatnya tak pernah memperhatikan lingkungan sekitar mereka.

Dulu sekali, waktu aku duduk di bangku SMP, tepatnya masih kelas satu SMP, aku tak memiliki teman. Bukan berarti aku tak pandai bergaul atau mencari teman, tapi orang-orang yang tidak ingin berteman denganku. Mereka selalu mengataiku "A". Dulu aku memang tak mengerti apa itu "A". Tapi setelah aku tahu, aku sendiri yang tidak ingin berteman dengan mereka. Aku sendiri tak mengerti mengapa aku dikatai "A". Padahal aku ini manusia sama seperti mereka. Berkaki dua dan bertangan dua seperti mereka, dengan tubuh tegap seperti mereka, dengan seragam sekolah yang sama seperti mereka. Aku benar-benar tidak mengerti bagian mana yang mereka sebut "A"! Aku tidak mengerti!

Mulai saat itu aku beranggapan orang yang mengataiku "A" berarti dia sendirilah yang paling pantas disebut "A". Aku tak ingin membanggakan diriku, tapi memang kenyataannya aku-yang mereka sebut "A"-ini adalah siswi paling pandai di kelas sejak SMP. Aku juga tidak mengerti mana yang salah dalam otakku yang katanya cemerlang ini tidak pernah punya teman! Aku benci menerima kenyataan ini! Aku benci pada mulut-mulut busuk yang selalu mengolok-olok aku, walau bukan hanya aku saja yang mereka perolok-olok.

Tapi aku sendiri tidak merasa tertindas dengan ulah mereka yang selalu membuka mulut-mulut busuknya untuk mengolok-olok semua orang termasuk diriku yang tak berteman. Mulut-mulut busuk yang hanya bisa menggonggong dan berkoar tentang hal-hal yang tidak bermutu, tidak manfaat, hanya kata-kata kotor, gosip, kelakar yang terus menerus mengalir bak air terjun Niagara, rayuan gombal penuh tipu muslihat, nafsu setan, gurauan dan olok-olok, semua terus berhamburan keluar bagai kelelawar-kelelawar yang keluar dari gua, dari mulut-mulut busuk mereka. Hal itu terus kualami sampai sekarang aku menduduki bangku mahasiswa. Setali tiga uang, sama saja.

Dari dulu sampai sekarang sama saja. Masih sangat banyak dan masih bertambah banyak mulut-mulut busuk yang terus menyerocoskan hal-hal tidak bermutu. Menindas, menistakan, bahkan menghancurkan kehidupan seseorang. Mengganggu, berisik, ramai, menggila dalam teriakan-teriakan bising yang memekakkan telinga. Memamerkan sesuatu, menggunjing, menyombongkan diri di hadapan semua orang agar dianggap penting. Mulut-mulut busuk itu masih akan terus menemaniku sepanjang hidupku, karena mulut-mulut busuk itu akan terus ada dan terus tumbuh seiring semakin banyaknya jumlah umat manusia yang tak beradab di bumi ini.

Thanks to: Allah SWT, all of my friends, especially Dian, semua yang menjadi inspirasiku, terima kasih banyak!

Hm, aku memang bukan penulis, bukan juga seniman, sastrawan, atau juga budayawan. Aku juga tidak pandai menulis. Aku hanya ingin menulis apa yang ingin aku tulis (puisi Tulisan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar